Sabtu, 10 Maret 2012

PROPOSAL PENELITIAN


PROPOSAL PENELITIAN
1. Judul Penelitian
             KONSEP PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN
(Telaah Konsep Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur))
2. Latar Belakang Masalah
Manusia  adalah  makhluk  Allah yang paling sempurna, karena selain  anugerah bentuk yang  paling bagus  juga dilengkapi dengan  akal pikiran. Dengan   segala  potensi tersebut,  manusia  memilki kemampuan untuk mengembangkan diri  baik  secara jasmani  maupun rohani, yang  selaras dengan  perkembangan  pengetahuan, zaman dan lingkungan yang  positif  sehingga  terbentuk kepribadian yang  utuh  dan sempurna.
Pendidikan adalah sesuatu yang esensil bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia bisa belajar menghadapi alam semesta demi mempertahankan kehidupannya.[1]
Pendidikan tidak hanya menjadi mobilitas untuk mengembangkan potensi manusia, akan tetapi pendidikan juga pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Pendidikan bagi Freire merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan sampai pada ketertingalan. Oleh karenanya manusia sebagai pusat pendidikan, maka manusia harus menjadikan pendidikan sebagai alat pembebasan untuk mangantarkan manusia menjadi makhluk yang bermartabat.[2]
Pemerintah Indonesia telah menyusun dan merumuskan tujuan pendidikan yang dapat dijadikan sebagai arah dalam proses pendidikan pada setiap lembaga pendidikan di Indonesia. Tujuan ini telah digariskan dalam undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang  SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). Dalam pasal 3 dari undang-undang tersebut di atas, dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut:
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".[3]
Pendidikan Islam merupakan konsep yang inklusif mengenai pengembangan potensi manusia dan sangat menghargai serta memahami kebutuhan manusia untuk mandapatkan keterikatan dengan lingkungan sosial maupun dengan Sang pencipta.
Menurut Ahmad D. Marimba Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain, seringkali beliau menyatakan kepribadian utama dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[4]
Di Indonesi, pendidikan Islam bermula sejak agama ini masuk ke Nusantara, kira-kira abad ke-XII M, corak pendidikan ketika itu dari mulut ke mulut, lalu dilanjutkan dengan bimbingan agar dididik mengucapkan dua kalimat syahadat, sehingga resmilah dia menjadi muslim. Di masa ini, pusat pendidikan yang tetap, lebih-lebih pendidikan formal, belum ada.
Tahap selanjutnya pendidikan Islam semakin mantap, setelah diberbagai penjuru Nusantara muncul tokoh-tokoh yang kuat, seperti Syeh Abdul Rouf di Aceh, Syeh Burhanuddin (Wafat 1191 M) di Sumatra barat, Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419 M) di Gresik, dan wali yang lain di tanah jawa, kemudian Sultan Alaidi Awalul Islam (wafat 1600 M) di sulawasi, dan lain sebagainya.
Sejak munculnya tokoh-tokoh tersebut, seluruh kegiatan pendidikan Islam telah mengambil tempat yang tetap, misalnya dalam bentuk  Meunasah dan Rangkang di Aceh. Dalam surau di Minangkabau, dan pesantren di Jawa, berkat usaha para wali, kedudukannya amat kuat dan menjadi pusat pendidikan Islam yang disegani masyarakat. Keadaan semacam ini berjalan terus, sampai akhirnya datang para penjajah yang membawa aneka macam problema sejak dahulu bahkan berekor sampai zaman sekarang.
Ketika Indonesia merdeka, di negeri ini sudah ada berbagai macam sistem pendidikan, tiga yang terbesar ialah : Pesantren, Madrasah, dan sekolah umum. Berdasarkan pertimbangan yang rumit dan cukup matang tentunya, pada akhirnya ketiga jenis pendidikan tersebut tidak dikelola oleh satu departemen pemerintahan.[5]
Pendidikan Islam di Indonesia, seperti dibagian dunia Islam lainnya berjalan menurut rentak gerakan Islam pada umumnya, dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain seterusnya. Eksistensi dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia berasal dari proses interaksi misi Islam dengan tiga kondisi. Pertama, interaksi Islam dengan budaya lokal –pra-Islam- telah melahirkan Pesantren. Meskipun pandangan ini masih controversial, tetapi pelembagaan pesantren tidak bisa dilepaskan dari proses akulturasi Islam dalam konteks budaya asli (indigenous). Kedua, interaksi misi pendidikan Islam dengan tradisi timur tengah modern telah menghasilkan lembaga Madrasah. Dan ketiga, interaksi Islam dengan politik pendidikan Hindia Belanda telah membuahkan lembaga sekolah Islam.[6]
Pesantren (Pondok pesantren) sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia, khususnya di Jawa, sudah cukup lama dikenal  oleh  masyarakat sejak lebih dari 500 tahun yang lalu, yakni ketika Syeh Maulana Malik Ibrahim memperkenalkan pondok pesantren pertama kali di daerah Gersik.
 Di masa-masa yang lalu pesantren itu adalah satu-satunya lembaga pendidikan. Pada saat dimana mereka yang berdarah biru kebangsawanan dan karena hubungannya dengan kraton dididik dalam lembaga kekratonan, pesantren menampung semua lapisan masyarakat yang tidak ditampung dalam pendidikan kraton. Karena itu, dulunya pesantren sebagai lembaga pendidikan umum; di dalamnya tidak hanya di ajarkan agama.[7]
 Pada perkembangannya, paradigma masyarakat terhadap pesantren mengalami penyempitan kriterium dengan menganggap pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan lembaga pencetak para ulama. Pandangan masyarakat yang demikian disebabkan oleh realitas pendidikan yang dijalankan oleh pesantren, yakni selalu mengutamakan pendidikan keagamaan.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan merupakan realitas yang tak dapat dipungkiri. Sepanjang sejarah yang dilaluinya, pesantren terus menekuni kegiatatn tersebut dan menjadikannya sebagai fokus kegiatan. Dalam menjalankan pendidikan pesantren telah menunjukkan daya tahan yang cukup kokoh sehingga mampu melewati berbagai zaman dengan beragam masalah yang dihadapinya. Dalam sejarahnya pesantren telah menyumbangkan sesuatu yang tidak kecil bagi Islam di negeri ini.[8]
Ketahanan pesantren dalam menghadapi tantangan zaman didukung oleh sistem pendidikan yang mapan, teratur dan unik. Adapun ciri-ciri pendidikan pesantren sebagai berikut :[9]
a.       Adanya hubungan yang akrab antara santri dan Kyainya. Kyai sangat memperhatikan santrinya. Hal ini dimungkinkan karena tinggal dalam satu kompleks dan sering bertemu baik disaat belajar maupun dalam pergaulan sehari-hari. Bahkan, sebagian santri diminta menjadi asisten Kyai (Khadam).
b.      Kepatuhan santri kepada Kyai. Para santri menganggap bahwa menentang Kyai, selain tidak sopan juga dilarang agama; bahkan tidak memperoleh berkah karena durhaka kepadanya sebagai guru.
c.       Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren. Hidup mewah hampir tidak didapatkan disana. Bahkan sedikit santri yang hidupnya terlalu sederhana atau terlalu hemat sehingga kurang memperhatikan pemenuhan gizi.
d.      Kemandirian amat terasa di pesantren. Para santri mencuci pakaian sendiri, membersihkan kamar tidurnya sendiri, dan memasak sendiri.
e.       Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan (ukhuwwah islamiyyah) sangat mewarnai pergaulan di pesantren. Ini disebabkan selain kehidupan yang merata dikalangan santri, juga karena mereka harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sama, seperti sholat berjamaah, membersihkan masjid dan ruang belajar, belajar bersama.
f.       Disiplin sangat dianjurkan untuk menjaga kedisiplinan ini pesantren biasanya memberikan sanksi-sanksi edukatif.
g.      Keperihatinan untuk mencapai tujuan mulia, hal ini sebagai akibat kebiasaan puasa sunnat, dzikir, dan I’tikaf, shalat tahajud dan bentuk-bentuk riyadloh lainnya atau menauladani kyainya yang menonjolkan sikap zuhud.
h.      Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam suatu daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi. Ini menandakan perkenan atau restu Kyai kepada murid atau santrinya untuk mengajarkan sebuah teks kitab setelah dikuasai penuh.
K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berasal dari keluarga pesantren, beliau lahir, besar dan berkembang di lingkungan pesantren. Gus Dur adalah intelektual bebas dari tradisi akademik pesantren sehingga tulisan-tulisannya cenderung bersifat reflektif, membumi, terkait dengan dunia penghayatan realitas. Menurutnya pesantren adalah sebagai sebuah sub kultur, walaupun penggunaan istilah tersebut masih berupa usaha pengenalan identitas kultur yang dilakukan dari luar kalangan pesantren, bukannya oleh pesantren itu sendiri.
Sejak tahun 1970-an hingga setidaknya tahun 1980-an, Gus Dur gencar menulis dan memberikan prasaran berbagai masalah yang berkaitan dengan agama, kebudayaan, ideologi, dan modernisasi. Topik yang menarik perhatiannya, adalah mengenai peran dan kedudukan institusi pesantren dalam modernisasi. Tulisan pertamanya yang muncul di media umum, yang dikirimnya dari Jombang adalah mengenai pesantren. Sepanjang dua dekade itu, tulisan dan prasaran Gus Dur tentang pesantren dan berbagai tema yang terkait dengannya tampil gencar di tengah masyarakat. Perlu ditekankan bahwa pada saat itu pesantren adalah topik yang sangat eksotik dan menarik. Pesantren adalah dunia yang hanya dikenal sepintas lalu. Kehidupannya dianggap eksklusif dan tertutup. Selain itu, dilain pihak, masih sedikit sekali laporan-laporan ilmiyah (skripsi, tesis, disertasi) maupun reportase jurnalistik mengenai kehidupan pesantren. Dengan berbagai publikasinya itu, tak salah jika Dr. Moeslim Abdurrahman mengatakan bahwa Gus Dur adalah “jendela pemikiran kaum santri”.[10]  
Gus Dur tidak pernah menulis dalam bentuk buku, oleh karena itu tidak ada buku-buku yang dikarang dan ditulis langsung oleh beliau, akan tetapi Gus Dur selalu menulis dan menuangkan pemikirannya di majalah, surat kabar, tabloid, Koran dan media publikasi lainnya. Kendati demikian, dengan gaya tulisan dan kemapanan pemikirannya, banyak tulisan Gus Dur yang dijadikan buku. Sebagai salah satu sample adalah buku yang berjudul “ Prisma Pemikiran Gusdur” alasan pertama buku ini diberi judul Prisma Pemikiran Gus Dur karena tulisan-tulisan dalam buku ini berasal dari jurnal Prisma. Kedua, karena sifat dalam tulisan-tulisan ini yang kontemplatif dan reflektif seakan telah didahului oleh suatu pandangan melalui prisma.
Dari berbagai macam pemikiran Gus Dur terdapat percikan pemikiran tentang pesantren, namun percikan pemikiran tentang pesantren ini pada awalnya juga tidak ditulis dalam bentuk buku, melainkan dimuat di Koran kompas, jurnal pesantren, dan beberapa diantaranya merupakan bahan presentasi di berbagai seminar/pelatihan. Yang kemudian, tulisan tersebut berbentuk buku dengan judul Menggerakkan Tradisi.    
Salah satu isi dari buku tersebut adalah terdapat 3 elemen utama yang menjadikan pesantren sebagai sebuah subkultur. Pertama, pola kepemimpinan di dalamnya yang berada di luar kepemimpinan pemerintahan desa. Kedua, literature universalnya yang terus dijaga selama berabad-abad. Ketiga, sistem nilainya sendiri yang terpisah dari dan diikuti oleh masyarakat luas.[11]
Sistem pendidikan pondok pesantren memiliki keunikan tersendiri. Dengan sistem kepemimpinan, kultur dan tata nilai yang unik, serta model pembelajaran dan kurikulum yang berbeda dengan pendidikan di luar pasantren. 
Yang menarik untuk diamati dan didiskusikan adalah keunikan-keunikan di pondok pesantren baik dari sistem/pola kepemimpinan, kultur dan tata nilai, serta model pembelajaran dan kurikulum pesantren. Dari sinilah peneliti merasakan adanya inspirasi untuk meneliti pemikiran tokoh terdahulu yang masih relevan dengan realita pendidikan sekarang ini agar bisa dijadikan pedoman bagi para pelaksana pendidikan yang ada di lembaga pendidikan pondok pesantren pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Berpangkal dari latarbelakang di atas, membuat peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Konsep Pendidikan Pondok Pesantren (Telaah konsep pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur))”.
3. Fokus Penelitan
Pada dasarnya segala penelitian baik penelitian kualitatif, kuantitatif dan penelitian pustaka bersumber dari adanya masalah. Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan. Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari suatu jawaban. Perumusan masalah dilakukan dengan jalan mengumpulkan sejumlah pengetahuan yang memadai dan yang mengarah pada upaya untuk memahami atau menjelaskan faktor-faktor yang berkaitan yang ada dalam masalah tersebut.[12]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam penelitian, sebab masalah merupakan obyek yang akan diteliti dan dicari solusinya melalui penelitian.
Adapun permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.     Fukus Penelitian
Bagaimana konsep pendidikan Pondok Pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid ?
2.     Sub Fokus Penelitian
1.    Bagaimana sistem kepemimpinan pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid ?
2.    Bagaimana kultur dan tata nilai pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid ?
3.    Bagaimana kurikulum pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid ?
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari semua usaha ilmiah adalah untuk menjelaskan, memprediksikan, dan/atau mengontrol fenomina. Tujuan ini didasarkan pada asumsi bahwa semua prilaku dan kejadian adalah beraturan dan bahwa semua akibat membunyai penyebab yang dapat diketahui.[13]
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggali dan mengungkapkan serta menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan “Konsep Pendidikan Pondok Pesantren Menurut K.H. Abdurrahman Wahid”
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.         Tujuan Umum
Untuk mengetahui Konsep Pendidikan Pondok Pesantren Menurut K.H. Abdurrahman Wahid
2.         Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui sistem kepemimpinan pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid 
b.      Untuk mengetahui kultur dan tata nilai pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid
c.       Untuk mengetahui kurikulum pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid
5. Manfaat Penelitian
  1. Bagi Almamater
Penelitian ini diupayakan dapat memberi kontribusi dalam menambah dan mewarnai nuansa ilmiah di lingkungan kampus STAI Syarifuddin Wonorejo Lumajang, khususnya tentang pendidikan pesantren.
  1. Bagi Masyarakat
a.       Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia dan partisipasinya dalam pengembangan pesantren.
b.      Mengenalkan kepada masyarakat tentang pendidikan pondok pesantren khususnya menurut pemikiran Gus Dur dan agar dapat dijadikan landasan bagi orang tua untuk memondokkan putera-puterinya.



  1. Bagi penulis

a.       Penelitian ini merupakan media latihan untuk menambah wawasan bagi peneliti tentang eksistensi pesantren, khususnya pendidikan pesantren dan yang menyangkut judul skripsi yang peneliti angkat.
b.      Penelitian ini menjadi wahana latihan untuk meningkatkan kreatifitas dan produktifitas dalam menuangkan ide atau gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan atau karya ilmiah.
c.       Untuk melengkapi tugas dan syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Syarifuddin (STAIS) Wonorejo Lumajang.
6. Definisi Istilah
Dalam sebuah penelitian, definisi istilah (penegasan judul) merupakan suatu langkah untuk memberi arah agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menginterpretasikan maksud penelitian nantinya. Di samping itu juga dapat mengarahkan jelasnya penelitian serta gambaran yang dapat dipahami melalui judul tersebut.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih judul :”Konsep Pendidikan Pondok Pesantren (Telaah Konsep Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur))”.
Untuk menghindari adanya kesalah pahaman dalam memahami skripsi ini, maka perlu kiranya penulis jelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul di atas, yaitu :
1.      Konsep
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata ”konsep” diartikan dengan rancangan, ide, pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit, gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan akal budi untuk memahami hal-hal lain.[14]
Jadi, konsep adalah ide atau gagasan yang meliputi pengertian-pegertian dan pemikiran yang sifatnya mendasar.
2.      Pendidikan
Adapun pengertian tentang pendidikan adalah sebagai berikut :[15]
a.       Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.
b.      Suatu pengarahan dan bimbingan, maupun latihan yang diberikan kepada peserta didik dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangannya.
c.       Suatu usaha sadar untuk menciptakan keadaan tertentu yang dikehandaki masyarakat.
d.      Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kearah kedewasaan.
Dari sisi lain pendidikan dapat dipahami sebagaimana pengertian yang bernuansa;
a.       Aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, cipta, rasa, dan budi nurani) serta jasmani (pancaindra dan keterampilan-keterampilan).
b.      Lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan organisasi pendidikan yang meliputi keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat.
c.       Hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha dari lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pengertian-pengertian semacam ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan.
Dengan pendekatan ini pendidikan dapat diartikan dari berbagai sudut pandang, yaitu : (a) pendidikan berwujud sebagai suatu sistem, artinya pendidikan dipandang sebagai keseluruhan gagasan terpadu yang mengatur usaha-usaha sadar untuk membina seseorang mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh; (b) pendidikan berwujud suatu proses, artinya pendidikan dipandang sebagai pelaksanaan usaha-usaha untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka mencapai harkat kemanusiaan seseorang secara utuh; dan (c) pendidikan berwujud sebagai hasil, artinya pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang telah dicapai atau dimiliki seseorang setelah proses pendidikan berlangsung.
3.      Pondok Pesantren
Istilah Pondok Pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok dan pesantren. Definisi pondok dan pesantren yang diberikan Dhofier bahwa ”Pondok” berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok berasal dari bahasa arab “Funduq” yang berati hotel atau asrama. Sedangkan pesantren  adalah tempat belajar para santri”.[16]
Kata pesantren dalam Ensiklopedi Mini adalah berasal dari kata santri mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukkan tempat para santri.[17]
Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran lahiriahnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya.[18]
4.      K.H. Abdurrahman Wahid (GUS DUR)
Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur sebenarnya bernama Abdurrahman Ad-Dakhil, yang mana diambil dari nama salah seorang pahlawan dari dinasti Umayyah, secara harfiah berarti “ sang penakluk”.Gus Dur menggunakan nama ayahnya setelah nama dirinya. Sesuai dengan kebiasaan Arab, ia adalah Abdurahman ‘putera’ Wahid, sebagaimana ayahnya, Wahid ‘putera’ Hasyim.[19] Beliau lahir tanggal 4 Agustus 1940. Gus Dur memang di lahirkan pada hari keempat bulan kedelapan. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tanggal itu adalah menurut kalender Islam, yakni bahwa Gus Dur dilahirkan pada bulan Sya’ban, bulan ke delapan dalam penanggalan Islam. Sebenarnya tanggal 4 Sya’ban 1940 adalah tanggal 7 September. Gus Dur dilahirkan di Denanyar, dekat kota Jombang, Jawa Timur, di rumah pesantren milik kakek dari pihak ibunya, kyai Bisri Syamsuri.[20]
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Wahid Hasyim.[21] Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri.[22] Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari . Dr. Moeslim Abdurrahman mengatakan bahwa Gus Dur adalah Jendela Pemikiran Kaum Santri.[23]
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Ketika Gus Dur pindah dari yogyakarta ke magelang dan kemudian ke jombang, dan tunbuh dari kanak-kanak menjadi remaja, ia mulai secara serius memasuki dua macam dunia bacaan : pikiran sosial Eropa dan novel-novel besar Inggris, Prancis, dan Rusia. Ketika berdiam di Magelang, ia mulai membaca tilisan-tulisan ahli-ahli teori sosial terkemuka di Eropa, kebanyakan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, walaupun tidak jarang juga dalam bahasa Prancis dan kadang-kadang dalam bahasa Belanda dan Jerman. Ia membaca apa saja yang diperolehnya. Kadang-kadang ia membawa buku dari perpustakaan ayahnya di jakrta. Tetapi kadang-kadang ia memperoleh buku dari teman-teman keluarganya yang tahu benar kegemarannya membaca ini.[24] Beliau wafat pada tanggal 30 Desember 2009 dan dimakamkan di Jombang.
Jadi yang dimakasud dari judul skripsi ini, yakni “Konsep Pendidikan Pondok pesantren (Telaah Konsep Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur))” adalah konsep (gagasan) pemikiran K.H. Abdurrahman wahid (Gus Dur) tentang pendidikan pondok pesantren.
7. Kajian Kepustakaan
a.      Penelitian Terdahulu
            Penelitian ini dilakukan agar peneliti dan pembaca mengetahui bahwa fukus penelitian dalam skripsi ini tidak pernah dilakukan dan berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
            Dalam tinjauan yang dilakaukan oleh peneliti, terdapat beberapa penelitian tentang pondok pesantren, diantanya :
1.      Penelitian yang dilakukan oleh Khairul Anwar (STAIN, Jember, 2003) tentang pesantren, sesuai dengan fokus penelitiannya adalah menelaah tentang Eksistensi Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Al-Falah Desa Karangharjo Kecamatan Silo Kabupaten Jember Tahun 2002/2003). Dengan hasil penelitian a) Eksistensi Pondok Pesantren Al-Falah sebagai lembaga pendidikan Islam meliputi dua jalur pendidikan yakni pendidikan jalur sekolah dan pendidikan jalur luar sekolah. b) Eksistensi Pondok Pesantren Al-Falah sebagai lembaga pendidikan Islam jalur sekolah terdiri dari pendidikan dasar yang meliputi SD, SMP, dan pendidikan menengah yakni SMU. c) Eksistensi Pondok Pesantren Al-Falah sebagai lembaga pendidikan Islam jalur luar sekolah terdiri dari madrasah diniyah, pengajian kitab, pengajian Al-Qur’an dan majlis ta’lim.
2.      Penelitian yang dilakukan oleh Bukadin Manaf (STAIN, Jember, 2003) menelaah tentang “Dinamika pendidikan Pondok Pesantren Dalam Pembinaan Kualitas Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Baitul Mu’minin Desa Curah Kalong Kecamatan Bangsal Sari Kabupaten Jember tahun 2002/2003), dengan hasil penelitian a) Dinamika pendidikan Pondok Pesantren Baitul Mu’minin dalam pembinaan kualitas santri, ialah dengan meningkatkan kualitas dalam aspek keagamaan dan aspek intelektual santri. b) Sistem pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Baitul Mu’minin, diantaranya meliputi tiga hal yaitu:
1)      Tujuan pendidikan pesantren adalah mencetak kader-kader muslim yang beriman dan bertaqwa, tangguh, dan berakhlakul karimah, bertanggung jawab luas dan terampir serta mandiri.
2)      Materi pengajaran pesantren adalah kurikulum pesantren sendiri dan materi tambahan yang bersifat menunjang.
3)      Metode pengajaran yang diterapkan di pesantren adalah metode wetonan, metode sorogan, metode mudzakarah, dan metode majlis ta’lim.
c) Upaya yang dilakukan pondok pesantren Pondok Pesantren Baitul Mu’minin Curah Kalong, dalam pembinaan kualitas santri dalam bidang keagamaan :
a)      Meningkatkan kualitas keimanan santri.
b)      Meningkatkan kualitas ibadah santri
c)      Meningkatkan kualitas akhlak santri
d) Upaya yang dilakukan pondok pesantren Baitul Mu’minin Curah Kalong dalam meningkatkan kualitas santri dibidang intelektual yaitu:
a)      Menumbuhkan minat baca bagi santri.
b)      Menciptakan suasana dialog (diskusi) dikalangan santri.
            Uraian penelitian diatas pada dasarnya mengulas tentang pondok pesantren, akan tetapi tidak sama dengan focus penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun penelitian dalam skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Pondok Pesantren (Tela’ah Konsep Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid(Gus Dur))”. Khususnya tentang pola kepemimpinan pondok pesantren, kultur dan tata nilai di pondok pesantren dan kurikulum pondok pesantren.
b.      Kajian Teori
            K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang tokoh yang sangat terkenal, tidak hanya di Indonesia akan tetapi Negara-negara lain juga mengagumi akan pemikiran Gus Dur. Sepeninggal Gus Dur, tidak hanya orang islam yang ada di Nusantara ini yang berduka akan tetapi seluruh dunia ikut berduka, beik mereka yang beragama Islam maupun non Islam.
            Pemikiran Gus Dur yang sangat cemerlang dalam bidang keagamaan, politik, budaya dan lain sebagainya membuat Gus Dur diingat dan dikenang oleh seluruh masyarakat, khusunya masyarakat Indonesia. Diantara percikan pemikirannya tentang agama, Gus Dur sering berbicara tentang pesantren dalam tulisan-tulisannya. Menurutn Gus Dur dalam bukunya Menggerkkan tradisi yang berisi tentang isai-isai pesantren,  pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik dengan pola kepemimpinan, kultur dan tata nilai yang unik, serta kurikulaum yang berbeda.
            Adapun sedikit urauian pola kepemimpinan, kultur dan tata nilai yang unik serta kurim yang berbeda dengan lembaga pendidikan pesantren menurut Gus Dur adalah sebagai berikut :
a.      Pola Kepemimpinan Pondok Pesantren
Pola kepemimpinan di pesantren bersifat Khirarki seakan seperti kerajaan, yakni kepemimpinan tertinggi dipegang sepenuhnya oleh kyia, sehingga yang sangat berperan penting dalam kepemimpina ini adalah kyai. Namun tidak jarang pesantren saat ini di Bantu oleh para ustad dan ustadah serta pengurus pondok pesantren.
Kepemimpinan di pesantren pada umumnya bercorak alami. Baik pengambagan pesantren maupun proses pembinaan calon pimpinan yang akan menggantikan pimpinan yang ada, belum memiliki bentuk yang teratur dan tetap. Dalam beberapa hal, pembinaan dan pengembangan seperti itu dapat juga menghasilkan persambungan (kontinuitas) kepemimpinan yang baik, namun pada umumnya hasil sedemikian itu tidak tercapai. Akibatnya, sering kali terjadi penurunan kualitas kepemimpinan dengan berlangsungnya pergantian pimpinan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pola kepemimpinan ini dapat dikatakan sebagai pola kepemimpinan Kharismatik.
Pada tahap-tahap pertama berkembangnya sebuah pesantren memng diperlukan kepemimpinan dengan sifat-sifat yang demikian itu, namun pada tahap-tahap berikutnya banyak kerugian yang ditimbulkannya, diantaranya :
1.      Munculnya ketidak pastian dalam perkembangan pesantren bersangkutan karena semua hal bergantung pada keputusan pribadi sang pemimpin.
2.      Sulitnya keadaan bagi tenaga-tenaga pembantu (termasuk calon pengganti yang kretif) untuk mencoba pola-pola pengembangan yang sekiranya belum diterima oleh kepemimpinan yang ada.
3.      Pola pergantian pimpinan berlangsung secara tiba-tiba dan tidak direncanakan sehingga lebih banyak ditandai oleh sebab-sebab ilmiyah, seperti meninggalnya sang pemimpin secara mendadak.
4.      terjadinya pembauran dalam tingkat-tingkat kepemimpinan pesantren, antara tingkat lokal, regional, dan nasional.
Kesemua kerugian diatas tidak berarti harus dihilangkannya kepemimpinan kharismatis, tetapi menuntut penerapan pola kepemimpinan yang lebih direncanakan dan dipersiapkan sebelumnya, Kharisma yang ada, dengan demikian akan diperkuat dengan beberapa sifat baru yang akan mampu menghilangkan kerugian di atas. Prinsip utama yang digunakan adalah diktum yang sudah lama dikenal kalangan pesantren, yaitu “memlihara hal-hal baik yang telah ada, sambil mengembangkan hal-hal baru yang lebih baik”. [25] 
b.      Kultur dan Tata Nilai di Pondok Pesantren 
Tata nilai merupakan pondasi untuk membentuk sebuah Kultur atau budaya di pondok pesantren. Pembentukan tata nilai universal di pesantren dilatar belakangi oleh tiga alat utama, yaitu : pertama, Mobilitas horizontal sekaligus menjadi vertikal dalam tahap-tahap pendidikan seorang santri. kedua, pertemuan-pertemuan diantara para pengasuh pesantren. Ketiga, penggunaan literature yang telah diakui bersama dalam pengajaran di pesantren.
Pembentukan tata nilai dalam lingkungan pesantren di masa lampau berjalan homogen, sebagaimana disebutkan, karena adanya ketiga faktor utama yang telah disebutkan di atas. Ada juga faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu adanya persamaan latar belakang kehidupan para pengasuh pesantren.[26]
Adapun nilai utama di pesantren ada tiga, yaitu : pertama cara memandang kehidupan secara keseluruhan sebagai ibadah. Kedua kecintaan pada ilmu-ilmu agama. dan ketiga keikhlasan atau ketulusan bekerja untuk tujuan-tujuan bersama.
Secara bersama, kesemua nilai utama di atas akan membentuk sebuah system umum, yang mampu menopang berkembangnya watak mandiri di pesantren.[27]
c.       Kurikulum Pondok Pesantren   
Kurikulum yang berkembang di pesantren pada selama ini memperlihatkan sebuah pola yang tetap. Pola itu dapat diringkas ke dalam pokok-pokok berikut :
a)      Kurikulum ditujukan untuk “mencetak” ulama dikemudian hari.
b)      Struktur dasar kurikulum itu adalah pengajaran pengetahuan agama dalam segenap tingkatannya dan pemberian pendidikan dalam bentuk bimbingan kepada santri secara pribadi oleh Kyai/guru.
c)      Secara keseluruhan kurikulum yang ada berwatak lentur atau fleksibel, dalam artian setip santri berkesempatan menyusun kurikulumnya sendiri sepenuhnya atau sebagian sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, bahkan pada pesantren yang memiliki sistem pendidikan berbentuk sekolah sekalipun.[28]
Kurikulum telah banyak mengalami perubahan dan berkembang dalam variasi bermacam-macam, namun kesemua perkembangan itu tetap mengambil bentuk pelestarian watak utama pendidikannya sebagai tempat menggembleng ahli-ahli agama yang yang dikemudian hari akan menunaikan tugas untuk melakukan transformasi total atas kehidupan masyarakat di tempat masing-masing. Beberapa jenis kurikulum utama perlu ditinjau sepintas lintas dalam hubungan ini :
a)      Kurikulum pengajian nonsekolah, dimana santri belajar pada beberapa orang kyai/guru dalam sehari semalamnya.
b)       Kurikulum sekolah tradisional (madrasah salafiyah), dimana pelajaran telah diberikan di kelas dan disusun berdasarkan kurikulum tetap yang berlaku untuk semua santri.
c)      Pondok modern, dimana kurikulumnya telah telah bersifat klasikal dan masing-masing kelompok mata pelajaran agama dan non agama telah menjadi bagian integral dari sebuah sistem yang telah bulat dan berimbang.[29]
Setelah meninjau serba sedikit tiga buah kurikulum utama yang berkembang di pesantren pada umumnya dewasa ini, dengan didahului oleh tinjauan sekilas lintas atas nilai-nilai utama yang menopangnya. Ada lima buah percobaan yang patut ditelaah dalam hubungan ini, dari yang telah berjalan beberapa lama hingga pada yang baru saja dicoba.[30] 
a.       Madrasah negri. System pendidikan ini telah lama dikembangkan dan telah berusia belasan tahun, namun belum memiliki pola menetap karena senantiasa mengalami perubahan kurikulum dalam jarak terlalu dekat.
b.      Program keterampilan di pesantren. Program ini, yang dapat dilaksanakan sebagai kegiatan kurikuler system pendidikan sekolah dipesantren maupun sebagai kegiatan nonkurikuler, dimaksudkan untuk menyediakan sarana memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk hidup di atas kaki sendiri dalam kehidupan setelah keluar dari pesantren nanti.
c.       Program penyuluhan dan bimbingan.
d.      Program sekolah-sekolah nonagama di pesantren.
e.       Program pengembangan masyarakat oleh pesantren.
Adapun tawaran kurikulum, yang ditawarkan oleh Gus Dur dalam bukunya Menggerakkan Tradisi, sebagai berikut :[31]
a.       Pemberian waktu terbanyak dilakukan pada unsure nahwu-sharraf dan fiqh karena kedua unsur ini masih memerlukan ulangan (tikrar), setidak-tidaknya untuk separo dari masa berlakunya kurikulum.
b.      Mata pelajaran lain hanya diberikan selama setahun tanpa diulang di tahun-tahun berikutnya.
c.       Kalau diperlukan, pada tahun-tahun terakhir dapat diberikan buku-buku utama.  
8. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian, metode merupakan suatu hal yang sangat penting, karena dengan metode yang baik dan benar akan memungkinkan tercapainya suatu tujuan penelitian. Adapun proses yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu :
1.      Pendekatan dan jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif artinya penelitian yang menggunakan data informasi berbagai macam teori yang diperoleh dari kepustakaan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kajian kepustakaan (library research) yaitu meneliti dan menganalisa terhadap buku-buku dan karangan ilmiah yang dikemukakan oleh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dus) yang berkaitan bengan penelitian dalam skripsi ini.
2.      Sumber Data
Sumber data dalam skripsi ini di kelompokkan menjadi dua kategori, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
a.      Sumber primer
Yang dimaksud dengan sumber primer dalam penelitian ini adalah karya-karya yang ditulis oleh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Untuk melihat konsep pendidikan Pondok Pesantren menurut Gus Dur, maka peneliti melakukan survei kepustakaan tentang pemikiran Gus Dur. Dari hasil survei tersebut, maka peneliti memilih sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini yakni buku yang berjudul Menggerakkan Tradisi.
b.      Sumber sekunder
Yang dimaksud dengan sumber sekunder adalah karya-karya atau buku yang memiliki kesamaan pemikiran tentang pendidikan pesantren dengan tujuan untuk mempermudah dan memperkuat isi tulisan dalam skripsi ini.
Pentingnya sumber sekunder dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis lebih mendalam konsep pendidikan Pondok Pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid.
3.      Analisis Data
Analisis data menurut Patton dalam Lexy J. Moleong adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Sedangkan analisis data menurut Robert Bodgan dan Steven J. Taylor adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja.[32]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Menganalisa data merupakan langkah yang paling urgen dalam sebuah penelitian, dan terutama karena peneliti memasuki tahap penetapan hasil temuannya. Maka dari itu analisis harus lebih menekankan pada selektivitas data yang diperoleh berdasarkan validitasnya.
Adapun tekhnik analisis data yang digunakan adalah:
a)      Analisis data dengan pola fikir Deskriptif
Penelitian deskriptif digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab persoalan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, analisis data, memuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran suatu keadaan secara obyektif dalam deskriptif situasi.[33]
b)      Content Analysis
Yaitu analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi, yakni menganalisis dan menterjemahkan apa yang telah disampaikan oleh pakar, baik melalui tulisan atau pesan yang berkenaan dengan apa yang dikaji. Dalam upaya menampilkan analisis ini harus memenuhi tiga kriteria, obyektif, pendekatan sistematis generalisasi, dan analisis harus berlandaskan aturan yang dirumuskan secara eksplisit.[34]  
Dalam penelitian ini, yang di ungkap dengan analisisnya adalah tentang makna data yang akan dibahas lebih rinci dalam pengumpulan data. 
c)      Historis
Adalah menyangkut suatu prosedur guna melengkapi pengamatan suatu proses yang dipakai oleh para ahli sejarah dalam usahanya menguji kebenaran pengamatan-pengamatan yang dilakukan orang lain. Tujuan utamanya adalah untuk menceritakan apa yang terjadi dimasa lalu.
Metode ini merupakan usaha untuk menetapkan fakta dan mencapai kesimpulan mengenai hal-hal yang telah lalu. Secara sistematis dan obyektif, penulis mencari, mengevalusi dan menafsirkan bukti-bukti yang dapat dipakai untuk mempelajari masa lalu. Berdasarkan bukti yang dikumpulkan, penulis menarik kesimpulan mengenai masa lalu guna memperkaya penngetahuan penulis tentang bagaimana dan mengapa sesuatu kejadian dimasa lalu terjadi, serta proses bagaimana masa lalu itu menjadi masa kini. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya pemahaman tentang kejadian masa kini serta memperoleh dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan dimasa kini.
4.      Keabsahan data
Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confermability).[35]
Setelah memenuhi empat kriteria tersebut, maka penulis melakukan perbaikan dengan tujuan agar hasil penelitian yang dilakukan tidak diragukan lagi keabsahannya. 
5.      Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan empat tahapan yaitu:
a)      Tahap pra lapangan
Pada tahap ini peneliti menentukan topik atau tema yang akan diangkat kemudian dilanjutkan dengan membuat usulan penelitian yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian kepustakaan, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
b)      Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini peneliti mencari sumber data primer dengan cara membaca dan menelusuri pendapat K.H. Abdurrahman Wahid yang tertuang dalam karya-karyanya atau buku-bukuya dan mencari sumber skunder dengan cara menelusuri pendapat tokoh-tokoh yang terdapat kesamaan tema-tema pemikiran dengan K.H. Abdurrahman Wahid.
c)      Tahap analisa data
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah menyusun data yang telah diperoleh. Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, penulis melakukan reduksi data (memasukkan data ke dalam kategori tema, fokus), melakukan display data (penyajian data ke dalam sejumlah matrik, yang menunjukkan jalinan pengaruh antar faktor di dalam proses peristiwa), kemudian melakukan penarikan kesimpulan dan segera digarap oleh peneliti untuk di analisis ke dalam bentuk laporan penelitian.
d)     Tahap penulisan laporan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah kegiatan penulisan laporan penelitian yang di buat sesuai dengan format pedoman penulisan skripsi yang berlaku di lingkungan fakultas Tarbiyah STIT Syarifuddin Wonorejo Lumajang.
9.      Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam pembahasan ini terbagi menjadi lima bab, dimana masing-masing bab menguraikan masalah-masalah yang berbeda. Adapun uraian masalah-masalah tersebut yaitu :
BAB I : Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar balakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penalitian, definisi konsep, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Menjelaskan tentang Kajian Kepustakaan yang meliputi kajianpenelitian terdahulu dan kajian teori.
BAB III : Merupakan uraian tentang Metode Penelitian meliputi : pendekatan dan jenis penelitian, sumber data, analisis data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Merupakan Penyajian Data dan Analisis Data, meliputi : gambaran obyek penelitian, penyajian dan analisis data, dan pembahasan temuan.
BAB V : Adalah bagian akhir (penutup) yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.  


10.  Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Abdurrahman.  2001. Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta: LKis Yogyakarta.
Wahid, Abdurrahman.  2000. Prisma Pemikiran Gusdur. Yogyakarta: LKiS.
Asrohah, Hanun. 2001. Sejarah Pendidikan Islam. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu.
Yunus, Firdaus M. 2004. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire Y.B Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka. 
Departemen Agama RI. 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam.
Marimba, Ahmad D. 1980. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT.Al-Ma’arif.
Bawani, Imam.  1987. Segi-Segi Pendidikan Islam. Surabaya: Al Ikhlas.
Rahim, Husni.  2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
A’la, Dbd.  2006. Pembaruan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Sulthon, H.M; Khusnurridlo, Moh. 2006. Manajemen Pondok Pesantren Dalam perspektif Global. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Emzir, 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
S, Daryato S.  1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.
El Saha, M. Ishom; Haedar, Amin.  2008. Manajemen Kependidikan Pesantren. Ciputat: Transwacana Jakarta.
Barton, Greg. 2002. Biografi Gusdur The authorized Biography Of Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LKis.
Ali, Muhammad. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Op. Cit.
Muhajir, Noeng.  2000. Metodologi Penelitian Kualitatif.  Yogyakarta: Rake Sarasin.
Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES.
Sokama, Karya. 1996. Ensiklopedi Mini: Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.



[1] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001, hal. 2.
[2] Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Paulo Freire Y.B Mangunwijaya Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004, hal. 1. 
[3] Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, 2006, hal. 8-9.
[4] Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1980, hal. 23-24.
[5] Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam Surabaya: Al Ikhlas, 1987, hal. 78-79.
[6] Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001, hal. 8.
[7] Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gusdur Yogyakarta: LKiS, 2000, hal. 113-114.
[8] Dbd A’la, Pembaruan Pesantren Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006. hal. 15.
[9] H.M. Sulthon & Moh. Khusnurridlo, Manajemen Pondok Pesantren Dalam perspektif Global Yogyakarta: LaksBang Pressindo, 2006, hal. 12-13.
[10] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2001, hal. X.
[11] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan……………., hal. 233-234.
[12] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, hal. 92-94.
[13] Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008. hal. 3.
[14] Daryato, S. S., Kamus Bahasa Indonesia Lengkap Surabaya: Apollo, 1997, hal. 273.
[15] M. Ishom El Saha & Amin Haedar, Manajemen Kependidikan Pesantren Ciputat: Transwacana Jakarta, 2008, hal. 23-24.
[16] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES.1994. hal 18.
[17] Karya Sokama, Ensiklopedi Mini: Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1996, hal 117.
[18] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan............., hal. 3.
[19] Greg Barton, Biografi Gusdur The authorized Biography Of Abdurrahman Wahid Yogyakarta: LKis, 2002, hal. 35.
[20] Greg Barton, Biografi Gusdur………, hal. 25-26.
[21] Greg Barton, Biografi Gusdur............, hal. 31.
[22] Greg Barton, Biografi Gusdur............., hal. 34.
[23] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan............., hal. x.
[24] Greg Barton, Biografi Gusdur............., hal. 56.

[25] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan….., hal. 179-183.
[26] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan….., hal. 24-25.
[27] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan….., hal. 130-135.
[28] Abdurrahman Wahid, Menggerkakan…….., hal 145.
[29] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…….,hal 151-152.
[30] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…….,hal 152-156. .
[31] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…….,hal 163.
[32] Lexy J. Moleong, Metodologi................, hal. 280.
[33] Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Op. Cit, hal. 120.
[34] Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif  Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000, hal. 68.
[35] Lexy J. Moleong, Metode…………., hal. 324

Tidak ada komentar: