PROPOSAL PENELITIAN
1. Judul Penelitian
KONSEP
PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN
(Telaah Konsep
Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur))
2. Latar Belakang Masalah
Manusia
adalah makhluk Allah yang paling sempurna, karena
selain anugerah bentuk yang paling bagus
juga dilengkapi dengan akal
pikiran. Dengan segala potensi tersebut, manusia
memilki kemampuan untuk mengembangkan diri baik
secara jasmani maupun rohani,
yang selaras dengan perkembangan
pengetahuan, zaman dan lingkungan yang
positif sehingga terbentuk kepribadian yang utuh
dan sempurna.
Pendidikan adalah sesuatu yang esensil bagi manusia.
Melalui pendidikan, manusia bisa belajar menghadapi alam semesta demi
mempertahankan kehidupannya.[1]
Pendidikan tidak hanya menjadi mobilitas untuk mengembangkan potensi manusia, akan tetapi pendidikan juga pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Pendidikan bagi Freire merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan sampai pada ketertingalan. Oleh karenanya manusia sebagai pusat pendidikan, maka manusia harus menjadikan pendidikan sebagai alat pembebasan untuk mangantarkan manusia menjadi makhluk yang bermartabat.[2]
Pendidikan tidak hanya menjadi mobilitas untuk mengembangkan potensi manusia, akan tetapi pendidikan juga pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Pendidikan bagi Freire merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan sampai pada ketertingalan. Oleh karenanya manusia sebagai pusat pendidikan, maka manusia harus menjadikan pendidikan sebagai alat pembebasan untuk mangantarkan manusia menjadi makhluk yang bermartabat.[2]
Pemerintah Indonesia telah menyusun dan merumuskan tujuan
pendidikan yang dapat dijadikan sebagai arah dalam proses pendidikan pada
setiap lembaga pendidikan di Indonesia. Tujuan ini telah digariskan dalam
undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). Dalam pasal 3 dari undang-undang
tersebut di atas, dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut:
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab".[3]
Pendidikan Islam merupakan konsep yang inklusif
mengenai pengembangan potensi manusia dan sangat menghargai serta memahami
kebutuhan manusia untuk mandapatkan keterikatan dengan lingkungan sosial maupun
dengan Sang pencipta.
Menurut Ahmad D. Marimba Pendidikan Islam
adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian
lain, seringkali beliau menyatakan kepribadian utama dengan istilah kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, dan memutuskan
serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam.[4]
Di Indonesi, pendidikan Islam bermula sejak agama ini
masuk ke Nusantara, kira-kira abad ke-XII M, corak pendidikan ketika itu dari
mulut ke mulut, lalu dilanjutkan dengan bimbingan agar dididik mengucapkan dua
kalimat syahadat, sehingga resmilah dia menjadi muslim. Di masa ini, pusat
pendidikan yang tetap, lebih-lebih pendidikan formal, belum ada.
Tahap selanjutnya pendidikan Islam semakin mantap, setelah
diberbagai penjuru Nusantara muncul tokoh-tokoh yang kuat, seperti Syeh
Abdul Rouf di Aceh, Syeh Burhanuddin (Wafat 1191 M) di Sumatra
barat, Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419 M) di Gresik, dan wali yang
lain di tanah jawa, kemudian Sultan Alaidi Awalul Islam (wafat 1600 M)
di sulawasi, dan lain sebagainya.
Sejak munculnya tokoh-tokoh tersebut, seluruh kegiatan
pendidikan Islam telah mengambil tempat yang tetap, misalnya dalam bentuk Meunasah dan Rangkang di Aceh. Dalam surau di Minangkabau, dan pesantren
di Jawa, berkat usaha para wali, kedudukannya amat kuat dan menjadi pusat
pendidikan Islam yang disegani masyarakat. Keadaan semacam ini berjalan terus,
sampai akhirnya datang para penjajah yang membawa aneka macam problema sejak
dahulu bahkan berekor sampai zaman sekarang.
Ketika Indonesia
merdeka, di negeri ini sudah ada berbagai macam sistem pendidikan, tiga yang
terbesar ialah : Pesantren, Madrasah, dan sekolah umum.
Berdasarkan pertimbangan yang rumit dan cukup matang tentunya, pada akhirnya
ketiga jenis pendidikan tersebut tidak dikelola oleh satu departemen
pemerintahan.[5]
Pendidikan Islam di Indonesia, seperti dibagian dunia
Islam lainnya berjalan menurut rentak gerakan Islam pada umumnya, dalam
politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain seterusnya. Eksistensi
dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia berasal dari proses interaksi
misi Islam dengan tiga kondisi. Pertama,
interaksi Islam dengan budaya lokal –pra-Islam- telah melahirkan Pesantren.
Meskipun pandangan ini masih controversial, tetapi pelembagaan pesantren tidak
bisa dilepaskan dari proses akulturasi Islam dalam konteks budaya asli
(indigenous). Kedua, interaksi misi
pendidikan Islam dengan tradisi timur tengah modern telah menghasilkan lembaga
Madrasah. Dan ketiga, interaksi
Islam dengan politik pendidikan Hindia Belanda telah membuahkan lembaga
sekolah Islam.[6]
Pesantren (Pondok pesantren) sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional
tertua di Indonesia, khususnya di Jawa, sudah cukup lama dikenal oleh
masyarakat sejak lebih dari 500 tahun yang lalu, yakni ketika Syeh Maulana
Malik Ibrahim memperkenalkan pondok pesantren pertama kali di daerah Gersik.
Di masa-masa
yang lalu pesantren itu adalah satu-satunya lembaga pendidikan. Pada saat
dimana mereka yang berdarah biru kebangsawanan dan karena hubungannya dengan
kraton dididik dalam lembaga kekratonan, pesantren menampung semua lapisan
masyarakat yang tidak ditampung dalam pendidikan kraton. Karena itu, dulunya
pesantren sebagai lembaga pendidikan umum; di dalamnya tidak hanya di ajarkan
agama.[7]
Pada
perkembangannya, paradigma masyarakat terhadap pesantren mengalami penyempitan
kriterium dengan menganggap pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan
lembaga pencetak para ulama. Pandangan masyarakat yang demikian disebabkan oleh
realitas pendidikan yang dijalankan oleh pesantren, yakni selalu mengutamakan
pendidikan keagamaan.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan
merupakan realitas yang tak dapat dipungkiri. Sepanjang sejarah yang
dilaluinya, pesantren terus menekuni kegiatatn tersebut dan menjadikannya
sebagai fokus kegiatan. Dalam menjalankan pendidikan pesantren telah menunjukkan
daya tahan yang cukup kokoh sehingga mampu melewati berbagai zaman dengan
beragam masalah yang dihadapinya. Dalam sejarahnya pesantren telah
menyumbangkan sesuatu yang tidak kecil bagi Islam di negeri ini.[8]
Ketahanan pesantren dalam menghadapi tantangan zaman
didukung oleh sistem pendidikan yang mapan, teratur dan unik. Adapun ciri-ciri
pendidikan pesantren sebagai berikut :[9]
a.
Adanya hubungan yang akrab antara santri dan Kyainya.
Kyai sangat memperhatikan santrinya. Hal ini dimungkinkan karena tinggal dalam
satu kompleks dan sering bertemu baik disaat belajar maupun dalam pergaulan
sehari-hari. Bahkan, sebagian santri diminta menjadi asisten Kyai (Khadam).
b.
Kepatuhan santri kepada Kyai. Para santri menganggap
bahwa menentang Kyai, selain tidak sopan juga dilarang agama; bahkan tidak
memperoleh berkah karena durhaka kepadanya sebagai guru.
c.
Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam
lingkungan pesantren. Hidup mewah hampir tidak didapatkan disana. Bahkan
sedikit santri yang hidupnya terlalu sederhana atau terlalu hemat sehingga
kurang memperhatikan pemenuhan gizi.
d.
Kemandirian amat terasa di pesantren. Para
santri mencuci pakaian sendiri, membersihkan kamar tidurnya sendiri, dan
memasak sendiri.
e.
Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan (ukhuwwah
islamiyyah) sangat mewarnai pergaulan di pesantren. Ini disebabkan selain
kehidupan yang merata dikalangan santri, juga karena mereka harus mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan yang sama, seperti sholat berjamaah, membersihkan masjid
dan ruang belajar, belajar bersama.
f.
Disiplin sangat dianjurkan untuk menjaga kedisiplinan
ini pesantren biasanya memberikan sanksi-sanksi edukatif.
g.
Keperihatinan untuk mencapai tujuan mulia, hal ini
sebagai akibat kebiasaan puasa sunnat, dzikir, dan I’tikaf, shalat tahajud dan
bentuk-bentuk riyadloh lainnya atau menauladani kyainya yang menonjolkan sikap
zuhud.
h.
Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam suatu
daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang
berprestasi. Ini menandakan perkenan atau restu Kyai kepada murid atau
santrinya untuk mengajarkan sebuah teks kitab setelah dikuasai penuh.
K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berasal dari keluarga
pesantren, beliau lahir, besar dan berkembang di lingkungan pesantren. Gus Dur adalah intelektual bebas dari tradisi akademik pesantren
sehingga tulisan-tulisannya cenderung bersifat reflektif, membumi, terkait
dengan dunia penghayatan realitas. Menurutnya pesantren adalah sebagai sebuah
sub kultur, walaupun penggunaan istilah tersebut masih berupa usaha pengenalan
identitas kultur yang dilakukan dari luar kalangan pesantren, bukannya oleh
pesantren itu sendiri.
Sejak tahun 1970-an hingga setidaknya tahun 1980-an,
Gus Dur gencar menulis dan memberikan prasaran berbagai masalah yang berkaitan
dengan agama, kebudayaan, ideologi, dan modernisasi. Topik yang menarik
perhatiannya, adalah mengenai peran dan kedudukan institusi pesantren dalam
modernisasi. Tulisan pertamanya yang muncul di media umum, yang dikirimnya dari
Jombang adalah mengenai pesantren. Sepanjang dua dekade itu, tulisan dan
prasaran Gus Dur tentang pesantren dan berbagai tema yang terkait dengannya
tampil gencar di tengah masyarakat. Perlu ditekankan bahwa pada saat itu
pesantren adalah topik yang sangat eksotik dan menarik. Pesantren adalah dunia
yang hanya dikenal sepintas lalu. Kehidupannya dianggap eksklusif dan tertutup.
Selain itu, dilain pihak, masih sedikit sekali laporan-laporan ilmiyah
(skripsi, tesis, disertasi) maupun reportase jurnalistik mengenai kehidupan
pesantren. Dengan berbagai publikasinya itu, tak salah jika Dr. Moeslim
Abdurrahman mengatakan bahwa Gus Dur adalah “jendela pemikiran kaum santri”.[10]
Gus Dur tidak pernah menulis dalam bentuk buku, oleh
karena itu tidak ada buku-buku yang dikarang dan ditulis langsung oleh beliau,
akan tetapi Gus Dur selalu menulis dan menuangkan pemikirannya di majalah,
surat kabar, tabloid, Koran dan media publikasi lainnya. Kendati demikian,
dengan gaya
tulisan dan kemapanan pemikirannya, banyak tulisan Gus Dur yang dijadikan buku.
Sebagai salah satu sample adalah buku yang berjudul “ Prisma Pemikiran Gusdur”
alasan pertama buku ini diberi judul Prisma Pemikiran Gus Dur karena
tulisan-tulisan dalam buku ini berasal dari jurnal Prisma. Kedua, karena sifat dalam tulisan-tulisan ini yang kontemplatif
dan reflektif seakan telah didahului oleh suatu pandangan melalui prisma.
Dari berbagai macam pemikiran Gus Dur terdapat
percikan pemikiran tentang pesantren, namun percikan pemikiran tentang
pesantren ini pada awalnya juga tidak ditulis dalam bentuk buku, melainkan
dimuat di Koran kompas, jurnal pesantren, dan beberapa diantaranya merupakan
bahan presentasi di berbagai seminar/pelatihan. Yang kemudian, tulisan tersebut
berbentuk buku dengan judul Menggerakkan Tradisi.
Salah satu isi dari buku tersebut adalah terdapat 3
elemen utama yang menjadikan pesantren sebagai sebuah subkultur. Pertama,
pola kepemimpinan di dalamnya yang berada di luar kepemimpinan pemerintahan
desa. Kedua, literature universalnya yang terus dijaga selama
berabad-abad. Ketiga, sistem nilainya sendiri yang terpisah dari dan
diikuti oleh masyarakat luas.[11]
Sistem pendidikan pondok pesantren memiliki keunikan
tersendiri. Dengan sistem kepemimpinan, kultur dan tata nilai yang unik, serta
model pembelajaran dan kurikulum yang berbeda dengan pendidikan di luar
pasantren.
Yang menarik untuk diamati dan didiskusikan adalah keunikan-keunikan di
pondok pesantren baik dari sistem/pola kepemimpinan, kultur dan tata nilai, serta
model pembelajaran dan kurikulum pesantren. Dari sinilah peneliti
merasakan adanya inspirasi untuk meneliti pemikiran tokoh terdahulu yang masih
relevan dengan realita pendidikan sekarang ini agar bisa dijadikan pedoman bagi
para pelaksana pendidikan yang ada di lembaga pendidikan pondok pesantren pada
khususnya dan masyarakat Indonesia
pada umumnya.
Berpangkal dari latarbelakang di atas, membuat peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul : “Konsep Pendidikan Pondok Pesantren (Telaah
konsep pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur))”.
3. Fokus Penelitan
Pada dasarnya segala penelitian baik penelitian
kualitatif, kuantitatif dan penelitian pustaka bersumber dari adanya masalah.
Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan tujuan.
Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor
atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanya dan dengan
sendirinya memerlukan upaya untuk mencari suatu jawaban. Perumusan masalah
dilakukan dengan jalan mengumpulkan sejumlah pengetahuan yang memadai dan yang
mengarah pada upaya untuk memahami atau menjelaskan faktor-faktor yang
berkaitan yang ada dalam masalah tersebut.[12]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perumusan masalah merupakan hal
yang sangat penting di dalam penelitian, sebab masalah merupakan obyek yang
akan diteliti dan dicari solusinya melalui penelitian.
Adapun permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Fukus Penelitian
Bagaimana konsep pendidikan Pondok Pesantren menurut
K.H. Abdurrahman Wahid ?
2. Sub Fokus Penelitian
1.
Bagaimana sistem kepemimpinan pondok pesantren menurut
K.H. Abdurrahman Wahid ?
2. Bagaimana kultur dan
tata nilai pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid ?
3. Bagaimana kurikulum
pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman Wahid ?
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari semua usaha ilmiah adalah untuk menjelaskan, memprediksikan,
dan/atau mengontrol fenomina. Tujuan ini didasarkan pada asumsi bahwa semua
prilaku dan kejadian adalah beraturan dan bahwa semua akibat membunyai penyebab
yang dapat diketahui.[13]
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggali dan mengungkapkan
serta menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan “Konsep Pendidikan
Pondok Pesantren Menurut K.H. Abdurrahman Wahid”
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui Konsep Pendidikan Pondok Pesantren Menurut K.H.
Abdurrahman Wahid
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui sistem kepemimpinan pondok pesantren
menurut K.H. Abdurrahman Wahid
b. Untuk
mengetahui kultur dan tata nilai pondok pesantren menurut K.H. Abdurrahman
Wahid
c.
Untuk mengetahui kurikulum pondok pesantren menurut K.H.
Abdurrahman Wahid
5. Manfaat Penelitian
- Bagi Almamater
Penelitian ini diupayakan dapat memberi kontribusi dalam menambah dan
mewarnai nuansa ilmiah di lingkungan kampus STAI Syarifuddin Wonorejo Lumajang,
khususnya tentang pendidikan pesantren.
- Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan dalam kehidupan manusia dan partisipasinya dalam pengembangan
pesantren.
b. Mengenalkan kepada masyarakat tentang
pendidikan pondok pesantren khususnya menurut pemikiran Gus Dur dan agar dapat
dijadikan landasan bagi orang tua untuk memondokkan putera-puterinya.
- Bagi
penulis
a. Penelitian ini merupakan
media latihan untuk menambah wawasan bagi peneliti tentang eksistensi pesantren,
khususnya pendidikan pesantren dan yang menyangkut judul skripsi yang peneliti
angkat.
b. Penelitian ini menjadi
wahana latihan untuk meningkatkan kreatifitas dan produktifitas dalam menuangkan
ide atau gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan atau karya ilmiah.
c. Untuk melengkapi tugas dan syarat-syarat
guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) pada jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Syarifuddin
(STAIS) Wonorejo Lumajang.
6. Definisi Istilah
Dalam sebuah penelitian, definisi istilah (penegasan judul)
merupakan suatu langkah untuk memberi arah agar tidak terjadi kesalahpahaman
dalam menginterpretasikan maksud penelitian nantinya. Di samping itu juga dapat
mengarahkan jelasnya penelitian serta gambaran yang dapat dipahami melalui
judul tersebut.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih judul :”Konsep Pendidikan Pondok Pesantren
(Telaah Konsep Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur))”.
Untuk menghindari adanya kesalah pahaman dalam memahami skripsi ini, maka
perlu kiranya penulis jelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul di
atas, yaitu :
1. Konsep
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia kata ”konsep” diartikan dengan rancangan, ide,
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit, gambaran mental dari
obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan akal budi
untuk memahami hal-hal lain.[14]
Jadi,
konsep adalah ide atau gagasan yang meliputi pengertian-pegertian dan pemikiran
yang sifatnya mendasar.
2. Pendidikan
Adapun
pengertian tentang pendidikan adalah sebagai berikut :[15]
a. Suatu proses pertumbuhan yang
menyesuaikan dengan lingkungan.
b. Suatu pengarahan dan bimbingan,
maupun latihan yang diberikan kepada peserta didik dalam menghadapi pertumbuhan
dan perkembangannya.
c. Suatu usaha sadar untuk
menciptakan keadaan tertentu yang dikehandaki masyarakat.
d. Suatu pembentukan kepribadian dan
kemampuan anak dalam menuju kearah kedewasaan.
Dari
sisi lain pendidikan dapat dipahami sebagaimana pengertian yang bernuansa;
a. Aktifitas dan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadian dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu
rohani (pikir, cipta, rasa, dan budi nurani) serta jasmani (pancaindra dan
keterampilan-keterampilan).
b. Lembaga yang bertanggungjawab
menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan organisasi
pendidikan yang meliputi keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat.
c. Hasil atau prestasi yang dicapai
oleh perkembangan manusia dan usaha dari lembaga tersebut dalam mencapai
tujuannya. Pengertian-pengertian semacam ini merupakan tingkat kemajuan
masyarakat dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan.
Dengan
pendekatan ini pendidikan dapat diartikan dari berbagai sudut pandang, yaitu :
(a) pendidikan berwujud sebagai suatu sistem, artinya pendidikan dipandang
sebagai keseluruhan gagasan terpadu yang mengatur usaha-usaha sadar untuk
membina seseorang mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh; (b) pendidikan
berwujud suatu proses, artinya pendidikan dipandang sebagai pelaksanaan
usaha-usaha untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka mencapai harkat
kemanusiaan seseorang secara utuh; dan (c) pendidikan berwujud sebagai hasil,
artinya pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang telah dicapai atau dimiliki
seseorang setelah proses pendidikan berlangsung.
3.
Pondok Pesantren
Istilah Pondok Pesantren terdiri dari
dua kata yaitu pondok dan pesantren. Definisi pondok dan pesantren yang
diberikan Dhofier bahwa ”Pondok” berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok berasal dari bahasa arab
“Funduq” yang berati hotel atau asrama. Sedangkan pesantren adalah tempat belajar para santri”.[16]
Kata pesantren dalam Ensiklopedi Mini
adalah berasal dari kata santri mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukkan
tempat para santri.[17]
Pesantren
adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran
lahiriahnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah
dari kehidupan di sekitarnya.[18]
4. K.H. Abdurrahman
Wahid (GUS DUR)
Abdurrahman
Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur sebenarnya bernama Abdurrahman Ad-Dakhil,
yang mana diambil dari nama salah seorang pahlawan dari dinasti Umayyah, secara
harfiah berarti “ sang penakluk”.Gus Dur menggunakan nama ayahnya setelah nama
dirinya. Sesuai dengan kebiasaan Arab, ia adalah Abdurahman ‘putera’
Wahid, sebagaimana ayahnya, Wahid ‘putera’ Hasyim.[19]
Beliau lahir tanggal 4 Agustus 1940. Gus Dur memang di lahirkan pada hari
keempat bulan kedelapan. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tanggal itu adalah
menurut kalender Islam, yakni bahwa Gus Dur dilahirkan pada bulan Sya’ban,
bulan ke delapan dalam penanggalan Islam. Sebenarnya tanggal 4 Sya’ban 1940
adalah tanggal 7 September. Gus Dur dilahirkan di Denanyar, dekat kota Jombang, Jawa Timur,
di rumah pesantren milik kakek dari pihak ibunya, kyai Bisri Syamsuri.[20]
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara.
Ayahnya adalah seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama
KH. Wahid Hasyim.[21]
Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar
Jombang, K.H. Bisri Syamsuri.[22]
Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak,
yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus,
dan Inayah Wulandari . Dr. Moeslim Abdurrahman mengatakan bahwa Gus Dur adalah
Jendela Pemikiran Kaum Santri.[23]
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran
membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Ketika Gus Dur
pindah dari yogyakarta ke magelang dan kemudian ke jombang, dan tunbuh dari
kanak-kanak menjadi remaja, ia mulai secara serius memasuki dua macam dunia
bacaan : pikiran sosial Eropa dan novel-novel besar Inggris, Prancis, dan
Rusia. Ketika berdiam di Magelang ,
ia mulai membaca tilisan-tulisan
ahli-ahli teori sosial terkemuka di Eropa, kebanyakan dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris, walaupun tidak jarang juga dalam bahasa Prancis dan
kadang-kadang dalam bahasa Belanda dan Jerman. Ia membaca apa saja yang
diperolehnya. Kadang-kadang ia membawa buku dari perpustakaan ayahnya di
jakrta. Tetapi kadang-kadang ia memperoleh buku dari teman-teman keluarganya
yang tahu benar kegemarannya membaca ini.[24]
Beliau wafat pada tanggal 30 Desember 2009 dan dimakamkan di Jombang.
Jadi yang dimakasud dari judul skripsi ini, yakni “Konsep
Pendidikan Pondok pesantren (Telaah Konsep Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid
(Gus Dur))” adalah konsep (gagasan) pemikiran K.H. Abdurrahman wahid (Gus Dur)
tentang pendidikan pondok pesantren.
7. Kajian Kepustakaan
a.
Penelitian Terdahulu
Penelitian
ini dilakukan agar peneliti dan pembaca mengetahui bahwa fukus penelitian dalam
skripsi ini tidak pernah dilakukan dan berbeda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya.
Dalam
tinjauan yang dilakaukan oleh peneliti, terdapat beberapa penelitian tentang
pondok pesantren, diantanya :
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Khairul Anwar (STAIN,
Jember, 2003) tentang pesantren, sesuai dengan fokus penelitiannya adalah
menelaah tentang Eksistensi Pondok
Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam (Studi Kasus Di Pondok
Pesantren Al-Falah Desa Karangharjo Kecamatan Silo Kabupaten Jember Tahun 2002/2003).
Dengan hasil penelitian a) Eksistensi Pondok Pesantren Al-Falah sebagai lembaga
pendidikan Islam meliputi dua jalur pendidikan yakni pendidikan jalur sekolah
dan pendidikan jalur luar sekolah. b) Eksistensi
Pondok Pesantren Al-Falah sebagai lembaga pendidikan Islam jalur sekolah
terdiri dari pendidikan dasar yang meliputi SD, SMP, dan pendidikan menengah
yakni SMU. c) Eksistensi Pondok Pesantren Al-Falah sebagai lembaga
pendidikan Islam jalur luar sekolah terdiri dari madrasah diniyah, pengajian
kitab, pengajian Al-Qur’an dan majlis ta’lim.
2.
Penelitian yang
dilakukan oleh Bukadin Manaf (STAIN, Jember, 2003) menelaah tentang “Dinamika
pendidikan Pondok Pesantren Dalam Pembinaan Kualitas Santri (Studi Kasus
di Pondok Pesantren Baitul Mu’minin Desa Curah Kalong Kecamatan Bangsal Sari
Kabupaten Jember tahun 2002/2003), dengan
hasil penelitian a) Dinamika pendidikan Pondok Pesantren Baitul Mu’minin
dalam pembinaan kualitas santri, ialah dengan meningkatkan kualitas dalam aspek
keagamaan dan aspek intelektual santri. b) Sistem pendidikan dan pengajaran di
Pondok Pesantren Baitul Mu’minin, diantaranya meliputi tiga hal yaitu:
1) Tujuan
pendidikan pesantren adalah mencetak kader-kader muslim yang beriman dan
bertaqwa, tangguh, dan berakhlakul karimah, bertanggung jawab luas dan terampir
serta mandiri.
2) Materi
pengajaran pesantren adalah kurikulum pesantren sendiri dan materi tambahan
yang bersifat menunjang.
3) Metode
pengajaran yang diterapkan di pesantren adalah metode wetonan, metode sorogan,
metode mudzakarah, dan metode majlis ta’lim.
c) Upaya yang
dilakukan pondok pesantren Pondok Pesantren Baitul Mu’minin Curah Kalong, dalam
pembinaan kualitas santri dalam bidang keagamaan :
a) Meningkatkan
kualitas keimanan santri.
b)
Meningkatkan
kualitas ibadah santri
c) Meningkatkan
kualitas akhlak santri
d) Upaya yang dilakukan pondok pesantren Baitul
Mu’minin Curah Kalong dalam meningkatkan kualitas santri dibidang intelektual
yaitu:
a)
Menumbuhkan
minat baca bagi santri.
b) Menciptakan
suasana dialog (diskusi) dikalangan santri.
Uraian
penelitian diatas pada dasarnya mengulas tentang pondok pesantren, akan tetapi
tidak sama dengan focus penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun
penelitian dalam skripsi ini berjudul “Konsep
Pendidikan Pondok Pesantren (Tela’ah Konsep Pemikiran K.H. Abdurrahman
Wahid(Gus Dur))”. Khususnya tentang pola
kepemimpinan pondok pesantren, kultur dan tata nilai di pondok pesantren dan
kurikulum pondok pesantren.
b.
Kajian Teori
K.H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang tokoh yang sangat terkenal, tidak
hanya di Indonesia
akan tetapi Negara-negara lain juga mengagumi akan pemikiran Gus Dur.
Sepeninggal Gus Dur, tidak hanya orang islam yang ada di Nusantara ini yang
berduka akan tetapi seluruh dunia ikut berduka, beik mereka yang beragama Islam
maupun non Islam.
Pemikiran
Gus Dur yang sangat cemerlang dalam bidang keagamaan, politik, budaya dan lain
sebagainya membuat Gus Dur diingat dan dikenang oleh seluruh masyarakat,
khusunya masyarakat Indonesia .
Diantara percikan pemikirannya tentang agama, Gus Dur sering berbicara tentang
pesantren dalam tulisan-tulisannya. Menurutn Gus Dur dalam bukunya Menggerkkan
tradisi yang berisi tentang isai-isai pesantren, pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik
dengan pola kepemimpinan, kultur dan tata nilai yang unik, serta kurikulaum
yang berbeda.
Adapun
sedikit urauian pola kepemimpinan, kultur dan tata nilai yang unik serta kurim
yang berbeda dengan lembaga pendidikan pesantren menurut Gus Dur adalah sebagai
berikut :
a. Pola Kepemimpinan Pondok Pesantren
Pola kepemimpinan di pesantren bersifat Khirarki seakan seperti kerajaan, yakni
kepemimpinan tertinggi dipegang sepenuhnya oleh kyia, sehingga yang sangat
berperan penting dalam kepemimpina ini adalah kyai. Namun tidak jarang
pesantren saat ini di Bantu oleh para ustad dan ustadah serta pengurus pondok
pesantren.
Kepemimpinan di pesantren pada umumnya bercorak alami.
Baik pengambagan pesantren maupun proses pembinaan calon pimpinan yang akan
menggantikan pimpinan yang ada, belum memiliki bentuk yang teratur dan tetap.
Dalam beberapa hal, pembinaan dan pengembangan seperti itu dapat juga
menghasilkan persambungan (kontinuitas) kepemimpinan yang baik, namun pada
umumnya hasil sedemikian itu tidak tercapai. Akibatnya, sering kali terjadi
penurunan kualitas kepemimpinan dengan berlangsungnya pergantian pimpinan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Pola kepemimpinan ini dapat dikatakan
sebagai pola kepemimpinan Kharismatik.
Pada tahap-tahap pertama berkembangnya sebuah
pesantren memng diperlukan kepemimpinan dengan sifat-sifat yang demikian itu,
namun pada tahap-tahap berikutnya banyak kerugian yang ditimbulkannya,
diantaranya :
1.
Munculnya ketidak pastian dalam perkembangan pesantren
bersangkutan karena semua hal bergantung pada keputusan pribadi sang pemimpin.
2.
Sulitnya keadaan bagi tenaga-tenaga pembantu (termasuk
calon pengganti yang kretif) untuk mencoba pola-pola pengembangan yang
sekiranya belum diterima oleh kepemimpinan yang ada.
3.
Pola pergantian pimpinan berlangsung secara tiba-tiba
dan tidak direncanakan sehingga lebih banyak ditandai oleh sebab-sebab ilmiyah,
seperti meninggalnya sang pemimpin secara mendadak.
4.
terjadinya pembauran dalam tingkat-tingkat kepemimpinan
pesantren, antara tingkat lokal, regional, dan nasional.
Kesemua kerugian diatas tidak berarti harus
dihilangkannya kepemimpinan kharismatis, tetapi menuntut penerapan pola
kepemimpinan yang lebih direncanakan dan dipersiapkan sebelumnya, Kharisma yang
ada, dengan demikian akan diperkuat dengan beberapa sifat baru yang akan mampu
menghilangkan kerugian di atas. Prinsip utama yang digunakan adalah diktum yang
sudah lama dikenal kalangan pesantren, yaitu “memlihara hal-hal baik yang telah ada, sambil mengembangkan hal-hal
baru yang lebih baik”. [25]
b. Kultur dan Tata Nilai di Pondok Pesantren
Tata nilai merupakan pondasi untuk membentuk sebuah
Kultur atau budaya di pondok pesantren. Pembentukan tata nilai universal di
pesantren dilatar belakangi oleh tiga alat utama, yaitu : pertama, Mobilitas horizontal sekaligus menjadi vertikal dalam
tahap-tahap pendidikan seorang santri. kedua,
pertemuan-pertemuan diantara para pengasuh pesantren. Ketiga, penggunaan literature yang telah diakui bersama dalam
pengajaran di pesantren.
Pembentukan tata nilai dalam lingkungan pesantren di
masa lampau berjalan homogen, sebagaimana disebutkan, karena adanya ketiga
faktor utama yang telah disebutkan di atas. Ada juga faktor lain yang tidak kalah pentingnya,
yaitu adanya persamaan latar belakang kehidupan para pengasuh pesantren.[26]
Adapun nilai utama di pesantren ada tiga, yaitu : pertama cara memandang kehidupan secara
keseluruhan sebagai ibadah. Kedua
kecintaan pada ilmu-ilmu agama. dan ketiga
keikhlasan atau ketulusan bekerja untuk tujuan-tujuan bersama.
Secara bersama, kesemua nilai utama di atas akan
membentuk sebuah system umum, yang mampu menopang berkembangnya watak mandiri
di pesantren.[27]
c. Kurikulum Pondok Pesantren
Kurikulum yang berkembang di pesantren pada selama ini
memperlihatkan sebuah pola yang tetap. Pola itu dapat diringkas ke dalam
pokok-pokok berikut :
a)
Kurikulum ditujukan
untuk “mencetak” ulama dikemudian hari.
b)
Struktur dasar kurikulum itu adalah pengajaran
pengetahuan agama dalam segenap tingkatannya dan pemberian pendidikan dalam
bentuk bimbingan kepada santri secara pribadi oleh Kyai/guru.
c)
Secara keseluruhan kurikulum yang ada berwatak lentur
atau fleksibel, dalam artian setip santri berkesempatan menyusun kurikulumnya
sendiri sepenuhnya atau sebagian sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya,
bahkan pada pesantren yang memiliki sistem pendidikan berbentuk sekolah
sekalipun.[28]
Kurikulum telah banyak mengalami perubahan dan
berkembang dalam variasi bermacam-macam, namun kesemua perkembangan itu tetap
mengambil bentuk pelestarian watak utama pendidikannya sebagai tempat
menggembleng ahli-ahli agama yang yang dikemudian hari akan menunaikan tugas
untuk melakukan transformasi total atas kehidupan masyarakat di tempat
masing-masing. Beberapa jenis kurikulum utama perlu ditinjau sepintas lintas
dalam hubungan ini :
a)
Kurikulum pengajian nonsekolah, dimana santri belajar
pada beberapa orang kyai/guru dalam sehari semalamnya.
b)
Kurikulum
sekolah tradisional (madrasah salafiyah), dimana pelajaran telah diberikan di
kelas dan disusun berdasarkan kurikulum tetap yang berlaku untuk semua santri.
c)
Pondok modern, dimana kurikulumnya telah telah bersifat
klasikal dan masing-masing kelompok mata pelajaran agama dan non agama telah
menjadi bagian integral dari sebuah sistem yang telah bulat dan berimbang.[29]
Setelah meninjau serba sedikit tiga buah kurikulum
utama yang berkembang di pesantren pada umumnya dewasa ini, dengan didahului
oleh tinjauan sekilas lintas atas nilai-nilai utama yang menopangnya. Ada lima
buah percobaan yang patut ditelaah dalam hubungan ini, dari yang telah berjalan
beberapa lama hingga pada yang baru saja dicoba.[30]
a.
Madrasah negri. System pendidikan ini telah lama
dikembangkan dan telah berusia belasan tahun, namun belum memiliki pola menetap
karena senantiasa mengalami perubahan kurikulum dalam jarak terlalu dekat.
b.
Program keterampilan di pesantren. Program ini, yang
dapat dilaksanakan sebagai kegiatan kurikuler system pendidikan sekolah
dipesantren maupun sebagai kegiatan nonkurikuler, dimaksudkan untuk menyediakan
sarana memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk hidup di atas kaki sendiri
dalam kehidupan setelah keluar dari pesantren nanti.
c.
Program penyuluhan dan bimbingan.
d.
Program sekolah-sekolah nonagama di pesantren.
e.
Program pengembangan masyarakat oleh pesantren.
Adapun tawaran kurikulum, yang ditawarkan oleh Gus Dur
dalam bukunya Menggerakkan Tradisi, sebagai berikut :[31]
a.
Pemberian waktu terbanyak dilakukan pada unsure nahwu-sharraf dan fiqh karena kedua unsur ini masih memerlukan ulangan (tikrar),
setidak-tidaknya untuk separo dari masa berlakunya kurikulum.
b.
Mata pelajaran lain hanya diberikan selama setahun
tanpa diulang di tahun-tahun berikutnya.
c.
Kalau diperlukan, pada tahun-tahun terakhir dapat
diberikan buku-buku utama.
8. Metode Penelitian
Dalam sebuah penelitian, metode merupakan suatu hal
yang sangat penting, karena dengan metode yang baik dan benar akan memungkinkan
tercapainya suatu tujuan penelitian. Adapun proses yang ditempuh dalam
penelitian ini yaitu :
1.
Pendekatan dan jenis penelitian
Adapun jenis
penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
kualitatif artinya penelitian yang menggunakan data informasi berbagai macam
teori yang diperoleh dari kepustakaan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kajian
kepustakaan (library research) yaitu meneliti dan menganalisa terhadap buku-buku dan karangan ilmiah yang
dikemukakan oleh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dus) yang berkaitan bengan
penelitian dalam skripsi ini.
2.
Sumber Data
Sumber data
dalam skripsi ini di kelompokkan menjadi dua kategori, yaitu sumber primer dan
sumber sekunder.
a.
Sumber primer
Yang
dimaksud dengan sumber primer dalam penelitian ini adalah karya-karya yang
ditulis oleh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Untuk melihat konsep pendidikan
Pondok Pesantren menurut Gus Dur, maka peneliti melakukan survei kepustakaan
tentang pemikiran Gus Dur. Dari hasil survei tersebut, maka peneliti memilih
sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini yakni buku yang berjudul Menggerakkan Tradisi.
b.
Sumber sekunder
Yang
dimaksud dengan sumber sekunder adalah karya-karya atau buku yang memiliki kesamaan
pemikiran tentang pendidikan pesantren dengan tujuan untuk mempermudah dan
memperkuat isi tulisan dalam skripsi ini.
Pentingnya sumber sekunder dalam penelitian
ini adalah untuk menganalisis lebih mendalam konsep pendidikan Pondok Pesantren
menurut K.H. Abdurrahman Wahid.
3.
Analisis
Data
Analisis
data menurut Patton dalam Lexy J. Moleong adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan
satuan uraian dasar. Sedangkan analisis data menurut Robert Bodgan dan Steven
J. Taylor adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema
dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan
sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja.[32]
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam suatu pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data.
Menganalisa
data merupakan langkah yang paling urgen dalam sebuah penelitian, dan terutama
karena peneliti memasuki tahap penetapan hasil temuannya. Maka dari itu
analisis harus lebih menekankan pada selektivitas data yang diperoleh
berdasarkan validitasnya.
Adapun
tekhnik analisis data yang digunakan adalah:
a) Analisis data dengan pola fikir Deskriptif
Penelitian
deskriptif digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab persoalan yang
sedang dihadapi pada situasi sekarang, dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, analisis data, memuat kesimpulan dan
laporan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran suatu keadaan secara
obyektif dalam deskriptif situasi.[33]
b) Content Analysis
Yaitu
analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi, yakni menganalisis dan
menterjemahkan apa yang telah disampaikan oleh pakar, baik melalui tulisan atau
pesan yang berkenaan dengan apa yang dikaji. Dalam upaya menampilkan analisis
ini harus memenuhi tiga kriteria, obyektif, pendekatan sistematis generalisasi,
dan analisis harus berlandaskan aturan yang dirumuskan secara eksplisit.[34]
Dalam
penelitian ini, yang di ungkap dengan analisisnya adalah tentang makna data
yang akan dibahas lebih rinci dalam pengumpulan data.
c) Historis
Adalah
menyangkut suatu prosedur guna melengkapi pengamatan suatu proses yang dipakai
oleh para ahli sejarah dalam usahanya menguji kebenaran pengamatan-pengamatan
yang dilakukan orang lain. Tujuan utamanya adalah untuk menceritakan apa yang
terjadi dimasa lalu.
Metode
ini merupakan usaha untuk menetapkan fakta dan mencapai kesimpulan mengenai
hal-hal yang telah lalu. Secara sistematis dan obyektif, penulis mencari,
mengevalusi dan menafsirkan bukti-bukti yang dapat dipakai untuk mempelajari
masa lalu. Berdasarkan bukti yang dikumpulkan, penulis menarik kesimpulan
mengenai masa lalu guna memperkaya penngetahuan penulis tentang bagaimana dan
mengapa sesuatu kejadian dimasa lalu terjadi, serta proses bagaimana masa lalu
itu menjadi masa kini. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya pemahaman
tentang kejadian masa kini serta memperoleh dasar yang lebih rasional untuk
melakukan pilihan-pilihan dimasa kini.
4.
Keabsahan data
Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik
pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria
tertentu. Ada
empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility),
keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian
(confermability).[35]
Setelah memenuhi empat kriteria
tersebut, maka penulis melakukan perbaikan dengan tujuan agar hasil penelitian
yang dilakukan tidak diragukan lagi keabsahannya.
5.
Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian
ini akan dilakukan dengan empat tahapan yaitu:
a) Tahap pra lapangan
Pada tahap
ini peneliti menentukan topik atau tema yang akan diangkat kemudian dilanjutkan
dengan membuat usulan penelitian yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian kepustakaan,
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
b) Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap
ini peneliti mencari sumber data primer dengan cara membaca dan menelusuri
pendapat K.H. Abdurrahman Wahid yang tertuang dalam karya-karyanya atau
buku-bukuya dan mencari sumber skunder dengan cara menelusuri pendapat
tokoh-tokoh yang terdapat kesamaan tema-tema pemikiran dengan K.H. Abdurrahman
Wahid.
c) Tahap analisa data
Kegiatan
yang dilakukan dalam tahap ini adalah menyusun data yang telah diperoleh.
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, penulis melakukan reduksi
data (memasukkan data ke dalam kategori tema, fokus), melakukan display data
(penyajian data ke dalam sejumlah matrik, yang menunjukkan jalinan pengaruh
antar faktor di dalam proses peristiwa), kemudian melakukan penarikan
kesimpulan dan segera digarap oleh peneliti untuk di analisis ke dalam bentuk
laporan penelitian.
d) Tahap penulisan laporan
Kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini adalah kegiatan penulisan laporan penelitian yang
di buat sesuai dengan format pedoman penulisan skripsi yang berlaku di
lingkungan fakultas Tarbiyah STIT Syarifuddin Wonorejo Lumajang.
9. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam pembahasan ini terbagi menjadi lima bab, dimana
masing-masing bab menguraikan masalah-masalah yang berbeda. Adapun uraian
masalah-masalah tersebut yaitu :
BAB I : Merupakan pendahuluan yang berisi tentang
latar balakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penalitian, definisi konsep, dan sistematika pembahasan.
BAB II : Menjelaskan tentang Kajian Kepustakaan yang
meliputi kajianpenelitian terdahulu dan kajian teori.
BAB III : Merupakan uraian tentang Metode Penelitian
meliputi : pendekatan dan jenis penelitian, sumber data, analisis data, dan
tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Merupakan Penyajian Data dan Analisis Data,
meliputi : gambaran obyek penelitian, penyajian dan analisis data, dan
pembahasan temuan.
BAB V : Adalah bagian akhir (penutup) yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran.
10. Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Wahid,
Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta :
LKis Yogyakarta.
Wahid,
Abdurrahman. 2000. Prisma Pemikiran
Gusdur. Yogyakarta : LKiS.
Asrohah,
Hanun. 2001. Sejarah Pendidikan Islam. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu.
Yunus,
Firdaus M. 2004. Pendidikan Berbasis
Realitas Sosial Paulo Freire Y.B Mangunwijaya. Yogyakarta :
Logung Pustaka.
Departemen Agama RI. 2006. Undang-undang
dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam.
Marimba,
Ahmad D. 1980. Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung :
PT.Al-Ma’arif.
Bawani,
Imam. 1987. Segi-Segi Pendidikan Islam. Surabaya : Al Ikhlas.
Rahim,
Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu.
A’la,
Dbd. 2006. Pembaruan Pesantren. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.
Sulthon,
H.M; Khusnurridlo, Moh. 2006. Manajemen
Pondok Pesantren Dalam perspektif Global. Yogyakarta :
LaksBang Pressindo.
Moleong,
Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.
Emzir,
2008. Metodologi Penelitian Pendidikan
Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada.
S, Daryato S. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.
El
Saha, M. Ishom; Haedar, Amin. 2008. Manajemen Kependidikan Pesantren.
Ciputat: Transwacana Jakarta.
Barton,
Greg. 2002. Biografi Gusdur The authorized Biography Of Abdurrahman Wahid. Yogyakarta : LKis.
Ali, Muhammad. Penelitian Kependidikan
Prosedur dan Strategi, Op. Cit.
Muhajir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Rake Sarasin.
Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren, Jakarta : LP3ES.
Sokama, Karya. 1996. Ensiklopedi Mini: Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Jakarta :
Logos Wacana Ilmu.
[1] Hanun
Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam Ciputat:
PT. Logos Wacana Ilmu, 2001, hal. 2.
[2]
Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis
Realitas Sosial Paulo Freire Y.B Mangunwijaya Yogyakarta :
Logung Pustaka, 2004, hal. 1.
[3] Departemen Agama
RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam, 2006, hal. 8-9.
[4] Ahmad D.
Marimba, Filsafat Pendidikan Islam Bandung : PT.Al-Ma’arif,
1980, hal. 23-24.
[5] Imam
Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam Surabaya : Al Ikhlas,
1987, hal. 78-79.
[6]
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam
di Indonesia Jakarta :
PT. Logos Wacana Ilmu, 2001, hal. 8.
[7]
Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran
Gusdur Yogyakarta : LKiS, 2000, hal.
113-114.
[8] Dbd
A’la, Pembaruan Pesantren Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2006. hal. 15.
[9]
H.M. Sulthon & Moh. Khusnurridlo, Manajemen
Pondok Pesantren Dalam perspektif Global Yogyakarta :
LaksBang Pressindo, 2006, hal. 12-13.
[10]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi
Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2001, hal. X.
[11]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…………….,
hal. 233-234.
[12]
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2009, hal. 92-94.
[13] Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif
& Kualitatif Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008. hal. 3.
[14] Daryato, S. S., Kamus Bahasa Indonesia
Lengkap Surabaya: Apollo, 1997, hal. 273.
[15] M.
Ishom El Saha & Amin Haedar, Manajemen
Kependidikan Pesantren Ciputat: Transwacana Jakarta, 2008, hal. 23-24.
[16] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren,
Jakarta: LP3ES.1994. hal 18.
[17] Karya Sokama, Ensiklopedi Mini: Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1996, hal 117.
[18]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan.............,
hal. 3.
[19] Greg
Barton, Biografi Gusdur The authorized
Biography Of Abdurrahman Wahid Yogyakarta :
LKis, 2002, hal. 35.
[20]
Greg Barton, Biografi Gusdur………, hal.
25-26.
[21]
Greg Barton, Biografi Gusdur............,
hal. 31.
[22]
Greg Barton, Biografi Gusdur.............,
hal. 34.
[23]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan.............,
hal. x.
[24] Greg
Barton, Biografi Gusdur.............,
hal. 56.
[25] Abdurrahman
Wahid, Menggerakkan….., hal. 179-183.
[26]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…..,
hal. 24-25.
[27]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…..,
hal. 130-135.
[28]
Abdurrahman Wahid, Menggerkakan……..,
hal 145.
[29]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…….,hal
151-152.
[30] Abdurrahman
Wahid, Menggerakkan…….,hal 152-156. .
[31]
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan…….,hal
163.
[32] Lexy J. Moleong, Metodologi................,
hal. 280.
[35] Lexy J.
Moleong, Metode………….,
hal. 324
Tidak ada komentar:
Posting Komentar